Kamis, 29 September 2016

Agama dan Psikologi sebagai Landasan dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling




A.    Peranan Agama dalam Melaksanaakan Bimbingan dan Konseling

Menurut pendapat para ahli jiwa, yang mengendalikan kelakuan dan tindakan seseorang adalah kepribadiannya. Kepribadian tumbuh dan terbentuk dari pengelaman-pengalaman yang dilaluinya sejak lahir. Bahkan sejak dalam kandungan, seorang ibu sudah memiliki pengaruh terhadap kelakuan si anak dan terhadap kesehatan mental pada umumnya. Dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang baik, nilai-nilai moral yang tinggi, serta kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama sejak lahir, semua pengalaman itu akan menjadi bahan dalam pembinaan kepribadian.

Takdir Firman Nirwan menyatakan bahwa pendidikan agama islam berperan membentuk manusia Indonesia yang percaya dan Takwa kepada Allah SWT. Menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air. Dengan demikian, menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

“Dan demi jiwa serta penyempurnaan (Ciptaan)nya maka dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntungnya orang yang mensucikannya (jiwa itu) dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (Asy-Syams:7-10).

Lebih lanjut, Takdir Firman secara panjang lebar dalam nirwanlife-nya menyatakan bahwa berbicara tentang agama terhadap kehidupan manusia memang cukup menarik, khususnya agama Islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas para nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan yang hakiki dn juga nabi sebagai figure konselor yang sangat mumpuni dalam memecahkan permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa manusia agar manusia keluar dari tipu daya setan, seperti tertuang dalam ayat berikut ini:

“Demi masa, sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.” (Al-‘Asr:1-3).

Dengan kata lain, manusia diharapkan saling memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas manusia itu sendiri, sekaligur member konseling agar tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi perjalanan kehidpan yang sebenarnya.


B.     Peranan Psikologi dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling

Akhmad Sudrajat (2008), menyatakan bahwa layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di indonesia. Sebagai sebuah layanan professional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang harus didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh, pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritis maupun praktik, semakin lebih mantap dan bisa dipertanggung jawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien).

Menurut Akhmad Sudrajat, membicarakan landasan bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan nonformal, ataupun landasan pendidikan secara umum.

Landasan psikologis dalam bimbingan dan konseling merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang prilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai konselor adalah:

1.      Motif dan Motivasi

2.      Pembawaan dan Lingkungan

3.      Perkembangan Individu

4.      Belajar

5.      Kepribadian


C.    Tes Psikologi merupakan Bagian dalam Bimbingan dan Konseling

Dalam webside “Rumah belajar psikologi” terungkap pertanyaan,”Apakah anda pernah mengisi kuis yang disajikan dimajalah-majalah?” atau yang lebih formal,”Apakah anda pernah mengisi kuesioner tentang suatu hal? Atu anda pernah mengikuti tes psikologi disekolah, ketika melamar pekerjaan, atau dibiro psikologi tertentu?” Nah, contoh-contoh itu dapat digolongkan sebagai aktivitas pengukuran psikologi.

Pengukuran dapat didefinisikan sebagai berikut:

1.      Meansurment is the assignment of numerals to object or events according to rules. (stevan, 1946)

2.      Meansurment is rules for assingning numbers to objects in such a way as to represent quantities of attributes. (Nunnaly, 1970)

Maksudnya bahwa pengukuran itu adalah menetapkan aturan untuk nomor ke objek sedemikian rupa untuk mewakili jumlah atribut.

Adapun pengukuran psikologi merupakan pengukuran dengan objek psikologis tertentu. Objek pengukuran psikologis disebut sebagai psychological attributes atau psychological traits, yaitu cirri yang mewarnai dan melandasi prilaku.

Kegiatan pengukuran psikologi sering disebut juga tes. Tes merupakan kegiatan mengamati atau mengumpulkan sampel tingkah laku yang dimiliki individu secara sistematis dan terstandar.

Tes psikologis dalam dunia pendidikan bukanlah merupakan suatu hal yang mutlak, melainkan hanya salah satu faktor penunjang dalam upaya membantu siswa dalam memahami dirinya secara realistic untuk mencapai perkembangan sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya.

           
            Sumber: Salahudin, Anas. 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung. CV Pustaka Setia

Rabu, 14 September 2016

KONSEP DASAR PENGUKURAN PSIKOLOGI



A.    Pengertian Pengukuran Psikologi
Pengukuran psikologi adalah pengukuran aspek-aspek tingkah laku yang nampak, yang dianggap mencerminkan prestasi, bakat, sikap dan aspek-aspek kepribadian yang lain (T. Raka Joni, 1977).
Dalam prakteknya, pengukuran psikologi pada umumnya banyak menggunakan tes sebagai alatnya. Istilah test psikologis merupakan suatu alat untuk menyelidiki reaksi atau disposisi seseorang atas dasar tingkah lakunya.
Dengan demikian pengertian pengukuran psikologi dan tes psikologi pada dasarnya sama. Perbadaannya terletak pada proses dan alatnya yang digunakan sebagai dasar penggunaan istilah dalam praktek.
B.     Ciri-ciri Pengukuran Psikologi
1.      Variabel-variabel yang diukur berupa tingkah laku yang nampak sebagai cerminan dari keadaan kejiwaan itu tidak selalu secara konsisten mencerminkan suasana batin seseorang.
2.      Bahwa dalam pengukuran psikologi sangat sukar atau bahkan tidak mungkin diperoleh kesepakatan dalam kalibrasi satuan ukuran.
3.      Dalam pengukuran psikologis tidak terdapat adanya nol mutlak.
4.      Bahwa kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengukuran psikologi jauh lebih besar dibanding dengan kesalahan dalam pengukuran alamiah.
C.    Fungsi Pengukuran Psikologi
1.      Fungsi seleksi, yaitu untuk memutuskan individu-individu yang akan dipilih. Misalnya tes masuk untuk suatu lembaga pendidikan atau tes seleksi untuk suatu jenis jabatan tertentu
2.      Fungsi klasifikasi, yaitu mengelompokkan individu dalam kelompok sejenis. Misalnya mengelompokkan siswa yang mempunyai masalah yang sejenis sehingga dapat diberikan bantuan yang sesuai masalahnya. Atau mengelompokkan siswa ke program yang khusus.
3.      Fungsi deskripsi, yaitu menyuguhkan hasil pengukuran psikologis yang telah dilakukan tanpa kalsifikasi tertentu. Misalnya melaporkan profile minat seseorang yang telah dites dengan tes minat.
4.      Mengevaluasi suatu treatment, yaitu untuk mengetahui apakah suatu tindakan tertentu yang telah dilakukan terhadap seseorang atau kelompok individu telah mencapai hasil atau belum. Misalnya seorang siswa yang mengalami kesulitan belajar diberikan remidial lalu diadakan tes untuk mengetahui apakah remidial yang diberikan sudah berhasil atau belum.
5.      Menguji suatu hipotesis, yaitu untuk mengetahui apakah hipotesis yang dikemukakan itu betul atau salah. Misalnya seorang peniliti mengemukakan hipotesis sebagai berikut : makin terang lampu yang digunakan untuk belajar makin baik prestasi belajar yang akan dicapai.
D.    Tujuan Pengukuran Psikologi 
Tujuan pengukuran psikologi khususnya dalam layanannya Bimbingan dan Konseling di sekolah dapat di kemukakan sebagai berikut:
1.      Membantu siswa untuk mengenal dirinya sendiri.
2.      Membantu orang tua untuk mengenal anaknya.
3.      Membantu guru dalam merencanakan dan mengelola pengajaran.
4.       Membantu kepala sekolah dalam menetapkan kebijakan.
5.      Untuk keperluan layanan bimbingan dan konseling, seperti bahan diagnostik (baik diagnostik kesulitan belajar maupun diagnostik kesulitan pribadi lainnya). Bahan informasi dalam layanan penempatan (pemilihan program khusus, pemilihan kelanjutan studi, pemilihan lapangan kerja dan penempatan lainnya), dan sebagainya.
E.     Sifat-sifat Pengukuran Psikologi
1.      Pengukuran psikologis yang dilakukan secara tidak langsung, berdasarkan tingkah laku yang nampak, atau berdasarkan atas respon terhadap stimulus yang diberikan.
2.      Pengukuran psikologis tidak pernah menunjukkan ketepatan 100% bagaimanapun baiknya instrumen yang digunakan, dan bagaimanapun cermatnya pengadministrasian yang dilakukan, pengukuran psikologis selalu mengandung kesesatan (error) tertentu.
3.      Pengukuran psikologis tidak mempunyai satuan mutlak. Seorang yang mendapatkan angka 0 (nol) tidak berarti kosong sama sekali.
4.      Hasil pengukuran psikologis tidak mempunyai skala ratio.
F.     Kuantifikasi Atribut Psikologi
Contoh atribut-atribut psikologis yaitu mottivasi, minat, intelegensi, bakat, kemampuan bahasa inggris dan lain-lain kesemuanya itu adalah hal-hal yang bersifat kualitatif. Dalam suatu pengukuran hal-hal yang bersifat kualitatif itu dikuantifikasikann sehingga diperoleh berbagai keuntungan dan juga beberapa keterbatasan.
1.      Keuntungan Pendekatan Kuantitatif
Dengan penerapan pendekatan kuantitatif, maka atribut-atribut psikologi yang aslinya bersifat kualitatif dikuantifikasikan, dan dengan cara ini diperoleh keuntungan-keutungan sebagai berikut :
a.       Apabila atribusi psikologis telah dikuantifikasikan maka dia dapat dideskripsikan dengan jelas dan tepat, dan dengan demikian salah satu fungsi ilmu pengetahuan, yaitu mendeskripsikan fenomena dapat dilaksanakan dengan baik.
b.      Dengan pendekatan kuantitatif itu ilmuan dipaksa mengikuti tata pikir dan tata kerja yang tertib, konsisiten, dan terbuka hal ini diperlukan guna memajukan ilmu pengetahuan baik dari segi teori maupun pengamalannya.
c.       Apabila atribusi psikologis telah dikuantifikasikan, mungkin akan dianalisis dengan metode matematis(statistik) yang dalam ilmu pengetahuan diakui sebagai metode yang sangat kuat
d.       Ilmuan dapat membuat prediksi mengenai bidang garapannya.
e.       Derajat komunikabilitas menjadi tinggi, karena sebagai kegiatan yang terbuka untuk umum setiap pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ilmuan harus dapat diuji ulang oleh ilmuan lain, dan hal ini sangat dipermudah kalau hal-hal yang dipersoalkan disajikan secara kuantitatif.
2.      Keterbatasan pendekatan kuantitatif
Disamping keuntungan-keuntungan yang dimiliki, pendekatan kuantitatif jugan mempunyai keterbatasan, diantara keterbatasan utamanya adalah bahwa hasil kuantifikasi itu tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Data awal berupa data kuantitatif yang kemudian diolah, dianalisis dan diatur menurut kehendak ilmuan, jadi apabila data awalnya adalah data yang tidak mencerminkan data yang sebenarnya maka hasil analisis dan kesimpulannya akan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan seberapa besar penyimpangan dari keadaan yang sebenarnya itu tidak dapat dideteksi.
DAFTAR PUSTAKA
Idris, nurhamidah (2014). Pengukuran dan tes psikologi. http://myislamicpsych.blogspot.co.id (on line) diakses 24 maret 2016 22:27
Kawaguci, hasan (2013). Skala psikologi sebagai alat ukur. http://kulpulan-materi.blogspot.co.id (on line) diakses 24 maret 2016 22:32
Zhaki (2011). Dasar pengukuran psikologis. http://zhakqi.blogspot.co.id (on line) diakses 25 maret 2016 21:46

DAFTAR CEK MASALAH



A.     Kajian Secara Teoritis
Daftar cek masalah menurut Ross L. Money merupakan seperangkat daftar pernyataan kemungkinan masalah yang disusun untuk merangsang atau memancing pengutaraan masalah, yang pernah atau sedang dialami seseorang individu. Daftar cek masalah berisi 330 butir pernyataan masalah yang terbagi dalam 11 bidang masalah, dimana setiap bidang masalah berisi 30 butir pernyataaan masalah dan ditambah satu bidang masalah lain-lain yang berisi tiga butir pernyataan terbuka.
B.      Kajian Secara Praktis
1.      Pengertian Daftar Cek Masalah (DCM)
      Daftar Cek Masalah adalah daftar berisi pernyataan-pernyataan yang merupakan masalah yang diasumsikan biasa dialami oleh individu dalam tingkat perkembangan tertentu. DCM digunakan untuk mengungkap masalah-masalah yang dialami oleh individu, dengan merangsang atau memancing individu untuk pengutaraan masalah yang pernah atau sedang dialaminya.
      Dijelaskan dalam QS. Al ’Imran: 104: Artinya, ”Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
      Ayat tersebut menjelaskan bahwa penting nya penggunaan DCM untuk mengetahui masalah yang dihadapi klien. Agar permasalahan yang dialami klien dapat terentaskan dengan baik dan mencegah timbulnya permasalahan yang baru.
2.      Komposisi Daftar Cek Masalah
a.      Kesehatan dan perkembangan fisik
b.      Keadaan Penghidupan dan keuangan
c.       Rekreasi dan Hobi
d.      Kehidupan Keluarga
e.      Agama dan Moral
f.        Kehidupan Sosial dan Keaktifan Berorganisasi
g.      Hubungan Pribadi
h.      Muda-Mudi
i.        Penyesuaian Terhadap Sekolah
j.        Masa Depan dan Cita-cita Pendidikan Jabatan
k.       Penyesuaian terhadap kurikulum
3.      Tujuan Daftar Cek Masalah
Tujuan daftar cek masalah yaitu untuk merangsang atau memancing pengutaraan masalah yang pernah atau sedang dialami oleh seseorang
4.      Fungsi Daftar Cek Masalah
a.    Untuk memudahkan individu mengemukakan masalah yang pernah atau sedang dihadapi.
b.    Untuk mensistimatisasi jenis masalah yang ada pada individu agar memudahkan analisa dan sintesa dengan data yang diperoleh dengan cara/alat lain.
c.    Untuk menyusun program pelayanan konseling agar sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan siswa.
5.      Langkah Pengadministrasian DCM
a.      Perencanaan
1)     Menetapkan waktu, sasaran dan jumlah peserta didik yang akan mendapat layanan asesmen
2)     Menyiapkan lembar asaesmen DCM sesuai jumlah peserta didik
3)     Menyiapkan lembar jawaban DCM
4)     Menyiapkan ruang dengan situasi tenang, pencahayaan baik, kursi yang nyaman
b.      Pelaksanaan
1)      Memberikan verbal setting sebelum mulai (menjelaskan tujuan, manfaat dan kerahasiaan)
2)      Meminta individu untuk menyiapkan alat tulis
3)      Menyediakan buku dan lembar jawaban DCM
4)      Memberi intruksi cara pengerjaan DCM
5)      Menginformasikan bahwa pengerjaan DCM tidak memiiki batas waktu
6)      Melakukan pemeriksaan ketepatan peserta didik dalam mengisi DCM
7)      Mengumpulakan kembali buku dan lembar jawaban hasil pengisian DCM
c.       Pengolahan hasil
1)      Konselor melakukan penglahan hasil DCM dengan melakukan penghitungan secara kuantitatif menggunakan format tabulasi pengolahan dan rumus yang telah ditetapkan
2)      Berdasarkan hasil pengolahanya secara kuantitatif, kenselor melakukan analisis kualitatif
3)      Pengolahan hasil DCM harus dilakukan paling lambat satu minggu setelah pengisian, mengingat permasalahan individu bersifat dinamis dan bisa mengalami perubahan
6.      Pemanfaatan Daftar Cek Masalah dalam Bimbingan dan Konseling
a.      Pada proses pelaksanaanya bersifat efisien karena pelaksaan DCM silakukan secara klasikal, sehingga guru BK dalam waktu singkat akan memperoleh waktu yang banyak
b.      Sistemasi jenis masalah yang dikelompokan dalam berbagai bidang mempermudah guru bimbingan dan konseling untuk melakukan analisis dari sintesa data serta merumuskan kesimpulan masalah yang dialami peserta didik
c.       Konselor lebih mengenal peserta didiknya yang membutuhkan bantuan segera
d.      Konselor memiliki peta masalah individu maupun kelompok
e.      Hasil DCM dapat digunakan sebagai landasan penetapan layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik
f.        Peserta didik dapat memahami masalah yang dialaminya dan memahami apakan dirinya memerlukan bantuan atau tidak
DAFTAR PUSTAKA

Komalasari, gantina, dkk. 2011. Asesmen teknik non tes dalam perspektif BK komperhensif.
            Jakarta. PT. Indeks
Mastur (2012). Tentang dcm daftar cek masalah. https://mintotolus.wordpress.com (on
            line) diakses 16 april 2016 21:48
Mahendra, juftiar (2013). Studi tentang pelaksanaan aplikasi instrumentasi bimbingan dan
konseling di smp dan sma negri kota sumenep. http://ejournal.unesa.ac.id (on line) diakses 3
            mei 2016 00:38
Katresna (2O10). Daftar cek masalah. http://katresna72.wordpress.com (on line) diakses 2
            Mei 2016 23:39
Triyanto, agus (2011). Aplikasi daftar cek maslah untuk layanan bimbingan dan konseling.
            http://staff.uny.ac.id (on line) diakses 2 mei 2016 23:50